Thursday, April 14, 2016

WATER LEVEL CONTROLLER

Otomatisasi pengisian tandon air membutuhkan sensor yang dapat mendeteksi tingkat ketinggian air dalam tandon.Sebenarnya mendeteksi level ketinggian air secara elektronik bukanlah hal yang sulit. Kita bisa menggunakan transistor atau opamp untuk mendeteksi ada-tidaknya air yang menyentuh sensor. Tapi secara fisik, boleh jadi tidak mudah.
Mengapa?
Ingat percobaan fisika SMA? Nah, kalau dua batang logam dihubungkan ke sumber tegangan plus dan minus, kemudian dicemplungkan ke air, maka yang terjadi adalah proses elektrolisa. Yang perlu diketahui adalah bahwa proses ini mengakibatkan terjadinya korosi dan pengerakan pada elektroda sensor, oleh karenanya perlu dilakukan perawatan secara berkala untuk mencegah terjadinya kesalahan pendeteksian. Selain itu, penggunaan jenis logam untuk elektroda serta pengkondisian pH air juga perlu dilakukan.
Karena proses elektrolisa ini pasti terjadi, maka dalam perancangan rangkaian elektronika serta pengkondisian fisik pada pengimplementasiannya harus dapat meminimalisir efek negatif dari proses elektrolisa tersebut. Kita mulai dari elektrodanya.
Elektroda yang digunakan haruslah yang anti-korosif. Bisa digunakan baja stainless atau bahkan yang telah dilapisi chrome. Jangan menggunakan logam-logam seperti galvanis atau besi. Meskipun demikian, masih diperlukan perawatan berkala, paling lama 1 bulan sekali, untuk menghilangkan kerak-kerak yang terjadi yang dapat mengurangi konduktivitas elektroda.
Selain itu, yang perlu dilakukan lagi adalah mengontrol pH air. Untuk masalah ini memang tidak murah, diperlukan sistem pengendali pH untuk mempertahankan pH air menjadi normal. Tapi, ini cara yang efektif.
Nah, sekarang masuk ke rangkaian elektroniknya. Rangkaian yang saya gunakan hanyalah sebuah pembagi tegangan dan sebuah komparator dengan keluaran logika TTL. Simak rangkaian dan penjelasan berikut ini.


Pendeteksian level ketinggian air dilakukan dengan membaca nilai tegangan yang dihasilkan oleh masing-masing  rangkaian pembagi tegangan yang tersusun oleh resistor R dan  RAir. (RAir  adalah tahanan yang dibentuk oleh tangkai sensor dan tangkai common (T1)). Nilai R dalam hal ini adalah 10K ohm.
  • Vout1 – tegangan keluaran sensorLOWEST.
  • Vout2 – tegangan keluaran sensor LOW.
  • Vout3 – tegangan keluaran sensorMEDIUM.
  • Vout1 – tegangan keluaran sensorHIGH.
Tegangan keluaran yang muncul ketika tangkai sensor tidak terkena air adalah sekitar 4,9 volt.  Akan tetapi ketika tangkai sensor menyentuh air, nilai Vout turun antara 1-2 volt saja.
Perbedaan tegangan yang cukup  jauh  inilah  yang digunakan sebagai acuan pendeteksian dengan  cara membandingkan  nilai Vout dengan suatu tegangan referensi yang telah diset sebelumnya.
Gambar di bawah adalah rangkaian pembanding sederhana menggunakan opamp LM324. Rangkaian ini sederhana namun telah melewati serangkaian uji-coba dengan hasil yang sangat memuaskan.
Keluaran rangkaian pembanding ini dapat langsung digunakan untuk menggerakkan LED atau sebagai masukan TTL pada mikrokontroler.
Rangkaian ini telah saya implementasikan pada Pengendali Pompa Tandon Air Pensuplai Boiler dan Pengendali Pompa Tandon Air Unit Chiller di CV STEGRA Malang dan telah beroperasi selama lebih dari 5 tahun, dengan perawatan sensor 2-3 bulan sekali.

T1 adalah masukan dari rangkaian sensor diatas, bisa jadi Vout1Vout2Vout3, atau Vout4. Pada gambar port keluaran bertuliskan HI untuk sensor ketinggianHI. Ini berlaku sama persis untuk ketiga sensor lainnya.
Rangkaian pembagi tegangan yang disusun oleh resistor RA1 dan RA2memberikan tegangan pembanding sebesar (10000/14700) * 5 volt = 3,4 Volt. Sehingga masuk dalam jangkauan keluaran sensor yang berada di kisaran 1-4,8 volt.
Ketika sensor tidak terkena air, Vin(+) > Vin(-), oleh karenanya tegangan keluaran opamp akan berada di kisaran 3,5-4,5V. Dan ketika sensor terkena air, Vin(+) < Vin(-), maka tegangan keluaran akan drop menjadi 0V.

Wednesday, April 13, 2016

ROBOT PEMADAM API

Inti dari sebuah robot adalah otak, demikian juga pada robot-robot KRI dan robot KRCI ini. Pada bagian ini semua input baik dari sensor atau remote akan diolah dan diambil keputusan berdasar data-data yang diperoleh. Untuk itu dibutuhkan sebuah mikrokontroler yang akan mengambil data-data sensor dari inputnya dan memberikan keputusan berupa tindakan melalui bagian output.


CPU Robot
Modul ini pada kondisi standard berbasis mikrokontroler AT89S51, namun pengguna dapat meminta opsi mikrokontroler lain seperti AT89S52, ATMega8515. Pada modul ini terdapat port-port yang dapat dihubungkan ke sensor ultrasonik, uart, infrared line sensor dan lain-lain. Port UART dapat dihubungkan ke Modul DST-Navi sehingga apabila Robo CPU digunakan untuk aplikasi Robot KRCI, modul ini dapat mengakses 8 sensor ultrasonik, 8 sensor infrared dan satu unit kompas sekaligus.

DC Motor Driver

DC Motor adalah bagian penunjang mekanik yang paling penting pada sebuah robot terutama pada salah satu kategori dari Robot KRCI yaitu kategori beroda. Untuk menggerakkan DC motor dibutuhkan rangkaian DC Driver yaitu merupakan sebuah rangkaian H-Bridge yang berfungsi untuk mengendalikan dua buah motor DC.


DC Driver
Modul Delta Robo Driver ini memiliki dual H-Bridge sehingga dapat mengendalikan dua motor DC dengan kemampuan arus maksimum 3A. Untuk penggunaan 4 wheel drive, pengguna dapat menggunakan 4 motor DC dengan konfigurasi 2 motor di kanan dan 2 motor di kiri di mana masing-masing sisi baik kanan maupun kiri terdiri dari dua motor DC yang saling terhubung parallel ke satu output driver.
Modul Delta Robo Driver juga memiliki konfigurasi input yang sesuai untuk Delta Robo CPU sehingga modul tersebut dapat langsung dihubungkan ke bagian atas melalui konektor


Delta Robo CPU + Delta Robo DC Driver
DST-128 Sistem Mikrokontroler ATMega128

Sistem minimum ini dirancang berbasis mikrokontroler ATMega128 sehingga sistem ini memiliki:

128 Kb Flash PEROM untuk menyimpan program
4Kb EPROM untuk menyimpan data-data dari aplikasi robot, contohnya pada KRCI untuk menyimpan data perjalanan robot agar dapat kembali ke tujuan.
4Kb SRAM untuk menyimpan variabel program.
8 Channel 10 bit ADC, pada aplikasi KRCI input ini dapat dihubungkan pada keluaran analog sensor jarak inframerah GP2D12, kecuali bila menggunakan DST-Navi yang dapat mengintegrasikan 8 GP2D12 ke dalam port UART
2 buah 8 bit PWM yang dapat digunakan untuk mengendalikan motor DC
Programmable watchdog dan on chip oscillator yang mengantisipasi sistem dari kondisi “hang”
53 bit I/O untuk keperluan umum

Sistem Minimum ATMega128 DST-128
USB Downloader DU-ISP

Untuk mengisikan program ke dalam mikrokontroler, dibutuhkan unit yang disebut downloader. Berdasarkan koneksi dengan PC/laptop, terdapat beberapa jenis downloader yaitu downloader paralel yang biasa disebut Kabel ISP, downloader serial dan downloader USB. Dibanding jenis yang lain, downloader usb adalah downloader yang paling fleksibel mengingat PC dan laptop saat ini tidak memiliki port serial dan parallel lagi.


AVR & MCS51 USB Downloader DU ISP
DU ISP adalah USB Downloader yang memiliki kemampuan sebagai downloader bagi hampir semua mikrokontroler Atmel yang memiliki kemampuan ISP (In System Programming) seperti MCS-51 dan AVR. DU ISP juga memiliki ukuran sangat ringkas dan kompak sehingga mudah untuk disisipkan dalam suatu sistem.

Terdapat dua versi DU ISP yaitu V3 yang memiliki kecepatan tinggi dengan koneksi real USB (kecepatan setara STK-500 dari Atmel) namun versi ini hanya dapat bekerja di Win XP.  Dan V4 yang dapat bekerja di Win Vista dan 7, namun memiliki kecepatan lebih rendah karena koneksi USBnya diemulasi ke dalam serial (COM)

Bagi pengguna yang ingin menggunakan V3 di Win 7 dapat membuat Win 7 bekerja dalam mode XP dapat mengikuti petunjuk dalam link ini http://www.microsoft.com/windows/virtual-pc/.

DU ISP juga memiliki jumper untuk mengaktifkan power supply dari port USB sehingga downloader dan target board tidak lagi membutuhkan power supply eksternal melainkan cukup mengambil dari power USB. Namun hal ini sangat tidak disarankan pada target board yang membutuhkan arus besar seperti pada power robot yang biasanya juga terhubung pada motor.

DU ISP didisain dengan menggunakan bahan PCB FR4 1mm through hole yang kuat dan tidak mudah korosi.

Delta Robo Kits (Board Only)

Untuk membangun sistem elektronik robot yang kompak dan ringkas maka USB Downloader, Sistem Mikrokontroler dan DC Driver yang terdiri dari dua H-Bridge dapat digabung dalam satu sistem yaitu Delta Robo Kits (Board Only).


Delta Robo Kits
Selain downloader, sistem mikrokontroler dan dc driver, modul ini juga menyediakan port-port untuk I/O maupun sensor

Juga terdapat 210 lubang project board seperti pada gambar berikut yang dapat digunakan oleh pengguna untuk memberikan rangkaian tambahan pada robot anda

robotic pro board
Delta Robo Kits juga memiliki 90 lubang spacer untuk keperluan sebagai penyangga aksesoris-aksesoris robot seperti mekanik, sensor, pemadam api dan lain-lain

Delta Robo Kits didisain dengan PCB FR4 through hole yang tidak mudah korosi.

Paulus Andi Nalwan, Delta Electronic

Tags: aturan krci, aturan krci 2012, aturan kri, aturan kri 2012, bahan robot, fire fighting, kontes robot, krci 2012, kri 2012, membuat robot, panduan krci, panduan krci 2012, panduan kri, panduan kri 2012, pedoman krci, pedoman krci 2012, pedoman kri, pedoman kri 2012, pemadam api, pengumuman krci, pengumuman krci 2012, rule krci, rule krci 2012
Posted in Berita, Robotik, Sensor & Signal Conditioning, Tingkat Dasar | No Comments »

AN0177 Sensor-sensor untuk keperluan Robot KRCI
Sunday, January 1st, 2012
Pada KRCI, penggunaan sensor-sensor yang akurat adalah salah satu faktor penentu kemenangan dalam pertandingan. Berikut ini akan kami bahas mengenai sensor-sensor yang dapat digunakan pada KRCI. Pada kontes ini robot akan bergerak menjelajah ruangan untuk mencari titik api. Agar robot dapat bergerak menjelajah ruangan maka dibutuhkan sensor jarak yang memberikan informasi pada robot akan jarak terhadap dinding-dinding.


Pada kondisi awal robot biasanya diletakkan pada kondisi yag tidak menentu pada posisi awal (home) oleh karena itu terlebih dahulu robot akan menyesuaikan arahnya terhadap salah satu dinding dengan mendeteksi saat sensor jarak robot terhadap dinding.  Caranya dengan memutar robot hingga salah satu sisi sensor (dalam gambar di atas adalah sensor kanan) berhasil menemukan dinding dalam jarak tertentu. Kemudian robot akan tetap berputar hingga sensor mendeteksi jarak yang semakin mendekat. Pada saat jarak sensor semakin menjauh maka robot dinyatakan telah sejajar dengan dinding dan selanjutnya robot dapat bergerak menjelajah ruangan dengan selalu memeriksa kondisi jarak dari sisi kanan, kiri, depan, serong kiri dan serong kanan. Dengan 5 buah sensor tersebut sebetulnya sudah cukup untuk menjelajah ruangan namun akan lebih baik lagi bila digunakan 8 buah sensor yang menempati 8 arah mata angin seperti pada gambar berikut

Robot KRCI mendeteksi 8 arah mata angin
Sensor Ultrasonik

Sensor ini adalah merupakan sensor jarak yang bekerja dengan mengirimkan suara ke obyek yang diukur dan perhitungan jarak dilakukan berdasarkan waktu yang terhitung mulai gelombang ultrasonik dipancarkan hingga diterima kembali.

Devantech SRF-05


Merupakan sensor jarak ultrasonik produksi Devantech yang merupakan penyempurnaan dari versi sebelumnya SRF04. Devantech SRF05 mampu menghitung jarak hingga 4 meter (SRF04 hanya 3 meter). Dengan teknik akses yang masih sama persis dengan SRF04 yaitu dengan memberikan pulsa trigger dan informasi jarak akan dikirim dalam bentuk pulsa echo di mana lebar pulsa akan mewakili jauhnya jarak. Satu hal lagi kelebihan SRF05 adalah kemampuan tambahan untuk diakses dengan hanya menggunakan satu jalur I/O saja selain teknik lama yang menggunakan 2 jalur tetap dipertahankan.

D-Sonar

Sensor Ultrasonic D-Sonar
Merupakan sensor ultrasonik produksi Delta Electronic yang didisain dengan harga yang jauh lebih terjangkau. Sensor ini dapat diakses dengan trigger dan echo seperti pada SRF04 dan juga melalui UART. Dengan melalui UART, informasi jarak tidak hanya berupa lebar pulsa namun juga dapat diminta dalam bentuk jarak.

Sensor Jarak Inframerah

Sharp GP2D12
Sensor jarak ultrasonik memang dapat mengatasi tipuan-tipuan dalam bentuk cermin, namun sensor ini memiliki kelemahan apabila obyek yang dideteksi berupa dinding yang bergelombang di mana sinyal sonar akan dipantulkan ke arah lain sehingga jarak tidak terdeteksi. Untuk mengatasi hal ini, sensor inframerah sebagai pendukung sistem pengukuran jarak adalah alternatif yang baik. Berbeda dengan sensor ultrasonik, sensor inframerah tidak menghitung waktu pancaran sinar melainkan menghitung di bagian mana sinar inframerah yang dikembalikan diterima oleh rangkaian phototransistor. Semakin jauh jarak maka semakin ke kanan sinar inframerah yang diterima pada rangkaian phototransistor dan semakin kecil tegangan outputnya.  Hasil output ini akan diterima oleh adc terlebih dahulu sebelum diambil oleh mikrokontroler.

sudut pantul gp2y0a21
Versi terbaru dari GP2D12 saat ini adalah GP2Y0A21. Bagian LED Drive circuit akan memancarkan cahaya inframerah ke obyek dan memantulkan dalam sudut yang sama. Apabila obyek menjauh maka sinar akan diterima semakin ke kanan dan tegangan keluaran akan semakin mengecil.

Sinar diterima pada phototransistor yang ada di dalam bagian signal processing circuit dan menghasilkan tegangan analog yang dikeluarkan ke bagian output

GP2D12, GP2Y0A21 Block Diagram
Hasil output tegangan tersebut tidaklah linier melainkan membentuk kurva seperti pada gambar berikut. Sensor mulai menampilkan jarak yang valid saat berada di jarak sekitar 4 cm dan menurun hingga 80 cm.

Kurva gp2d12 atau gp2y0a21
Untuk menghitung jarak maka dapat dilakukan dengan dua cara yaitu look up table dan interpolasi. Teknik paling sederhana adalah look up table yaitu dengan menyimpan di memori jarak-jarak berdasar kondisi tegangan sesuai dengan tabel di atas.

Berikut ini adalah beberapa sensor inframerah untuk pengukur jarak yang ada.

GP2D12, versi lama dengan jarak maksimum 80 cm
GP2Y0A21, versi terbaru dari GP2D12 dengan jarak maksimum 80 cm
GP2Y0A02, untuk jarak maksimum 150 cm
Sensor Kompas

Saat robot pertama kali berada pada posisi sejajar dengan dinding maka posisi tersebut harus disimpan sebagai referensi. Posisi tersebut disimpan dalam bentuh arah terhadap mata angin sehingga dibutuhkan sensor kompas untuk hal ini.

Devantech CMPS03

Devantech CMPS03 Digital Compass
Merupakan sensor kompas keluaran Devantech dengan antarmuka I2C.

Devantech CMPS10

Devantech CMPS10 Digital Compass
Merupakan versi update dari CMPS03 yang juga dilengkapi dengan sensor akselerasi dan sensor kemiringan. Pada KRCI terdapat salah satu tingkat kesulitan berupa uneven floor. Pada bagian ini robot akan mengalami gangguan navigasi sejenak karena bisa saja sensor jarak mengarah ke atas dan tidak mendeteksi dinding. Agar robot dapat mengetahui kapan terjadinya uneven floor, maka hal ini dapat dideteksi dengan fitur tilt (kemiringan) sensor pada CMPS10.

Uneven Floor
DST Navi

Merupakan sistem navigasi robot Produksi Delta Electronic di mana sistem ini dapat dihubungkan pada 8 buah SRF05, 8 buah GP2D12 dan sebuah Devantech Compass (CMPS03 atau CMPS10)

Modul DST-Navi terhubung dengan 8 SRF05, 8 GP2Y0A21, 1 CMPS10, Modul DST-AVR dan LCD
Pada sistem ini pengguna tidak harus menentukan kapan menggunakan sensor inframerah dan kapan sensor ultrasonik saat mengukur jarak. Terdapat perintah melalui UART yang meminta sistem untuk mengukur jarah di salah satu arah mata angin. Pada saat perintah ini diproses maka sistem akan melakukan dua metode pengukuran dan setelah menentukan hasil yang valid maka sistem akan mengirimkan informasi jarak ke UART. Hal ini akan membuat source code / program yang dibuat oleh pengguna semakin simpel.

Selain informasi jarak, DST-Navi juga dapat mendeteksi posisi robot terhadap arah mata angin ataupun kemiringan  dengan bantuan Devantech Compass. Salah satu aturan KRCI adalah robot kembali ke posisi awal, untuk kasus ini DST Navi juga dapat menyimpan catatan perjalanan robot berupa arah dan kemiringan setiap periode tertentu ke dalam memori sehingga melalui port UART catatan tersebut dapat diminta.

Sensor Api

Terdapat dua jenis sensor api yang sering digunakan yaitu Hamamatsu UVTRON yang mendeteksi titik api dengan mencari sinar ultraviolet dan TPA81 yang menggunakan inframerah.

Hamamatsu UVTRON R9454

UVTRON Sensor R2868 atau R9454
Merupakan sensor api produksi Hamamatsu  dan penyempurnaan dari versi sebelumnya R2868. Sensor ini memiliki ketahanan 10x lebih besar dari R2868 yaitu ( 10.000 m/s2 ). Sensor UVTRON dapat mendeteksi titik api dari jarak 5 meter.  Sensor ini membutuhkan tegangan DC yang cukup besar, yaitu 400 VDC. Untuk mempermudah pengguna dalam memakai sensor ini maka tersedia rangkaian driver C10423 yang menjadi antarmuka UVTRON dengan mikrokontroler. C10423 akan membangkitkan tegangan 400 Volt DC dan membangkitkan pulsa level TTL sehingga dapat dihubungkan langsung ke mikrokontroler

UVTRON Driver C10423
TPA81 Thermopile Array

TPA81 Thermophile Array
Tidak sejauh UVTRON yang mampu mendeteksi api pada jarak 5 meter, sensor ini hanya mendeteksi api pada jarak 2 meter. Namun UVTRON memiliki sudut yang cukup luas dalam mendeteksi titik api sehingga posisi api masih belum dapat dipastikan. Sedangkan Thermophile Array akan mendeteksi posisi titik api berdasarkan pixel-pixel yang mendeteksi cahaya inframerah dari api. Antarmuka TPA81 adalah dalam bentuk I2C

Paulus Andi Nalwan, Delta Electronic

Tags: bahan robot, fire fighting, kontes robot, krci 2012, kri 2012, membuat robot, panduan krci, panduan krci 2012, panduan kri, pedoman krci, pedoman krci 2012, pedoman kri, pedoman kri 2012, pemadam api, pengumuman krci, pengumuman krci 2012, rule krci, rule krci 2012, sensor
Posted in Berita, Sensor & Signal Conditioning, Tingkat Menengah | No Comments »

AN0172 Membangun Sistem Navigasi dengan DST-NAVI sebagai Sub System Sensor dan DST-AVR sebagai Sistem Mikrokontroler
Saturday, August 13th, 2011
Aplikasi robot seringkali membutuhkan navigasi di mana robot harus mengetahui ke mana arah gerakan dilakukan. Seperti pada robot pemadam api pada KRCI di mana robot harus bergerak menyusuri ruangan-ruangan, dalam hal ini sistem navigasi sangat dibutuhkan untuk memandu gerakan robot tersebut.

DST-NAVI adalah merupakan sebuah sub system yang mengatur pengambilan data-data dari sensor jarak (ultrasonik maupun infrared) dan sensor kompas. Dengan mengetahui posisi robot terhadap dinding-dinding ataupun sudut terhadap arah mata angin maka dapat ditentukan ke mana robot harus bergerak.

Pada aplikasi ini digunakan Modul DST-AVR sebagai otak robot dan data-data sensor akan ditampilkan secara bergantian pada LCD berupa data jarak dengan menggunakan teknik infrared dari 8 sensor GP2D12 atau GP2Y0A21, teknik ultrasonik dari 8 sensor SRF-05 dan sensor kompas CMPS09 / 10

Wednesday, March 30, 2016

Superkonduktor Suhu Tinggi

Superkonduktor pertama kali ditemukan oleh fisikawan Belanda Heike Kamerlingh Onnes yang mendinginkan merkuri hingga 4 K. Pada temperatur tersebut, merkuri sama sekali mengantarkan arus tanpa ada hambatan. Logam lain dan campurannya kemudian diketahui dapat bersifat superkonduktif pada suhu dibawah 23 K. Penemuan superkonduktor mempengaruhi perkembangan teknologi seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI), akselerator partikel dan sensor geologi.
Beberapa abad setelah penemuan Onnes, yaitu sekitar tahun 1980, K. Alexander Muller dan J. Georg Bednorz dari Lab IBM menemukan substansi keramik oksida lanthanum barium tembaga yang dapat bersifat superkonduktif pada suhu 35 K. Penemuan yang lebih dramatis lagi terjadi pada awal tahun 1987 dimana Maw-Kuen Wu dan Paul C.W Chu berhasil mendemonstrasikan superkonduktifitas pada suhu 93 K pada oksida yttrium barium tembaga (yttrium barium copper oxide-YBCO). Pada suhu tersebut, YBCO bersifat superkonduktif ketika dicelupkan ke nitrogen cair yang lebih murah daripada helium cair. Penemuan tersebut memicu penemuan oksida tembaga lain sebagai superkonduktor dengan suhu kritis yang semakin meningkat. Superkonduktor secara eksperimental sudah jauh meninggalkan superkonduktor secara teori.
Bagan 1 Jalan Konduksi Elektron Pada YBCO. Jalan ini seperti jalan bebas hambatan.

Tantangan yang harus dihadapi
Meskipun penemuan superkonduktor semakin menjanjikan masa depan yang lebih baik, tetapi pada kenyataannya eksperimen tidak semudah yang dibayangkan. Para ilmuwan menghadapi berbagai masalah terkait pencarian material superkonduktor bersuhu tinggi dan relatif stabil terhadapa perubahan lingkungan. Beberapa masalah tersebut misalnya :
1.      Kemampuan konduksi oksida tembaga terbatas
Keterbatasan ini terjadi akibat tidak sempurnanya lapisan pembentuk oksida tersebut. Lapisan oksida cenderung saling tumpang tindih sehingga elektron semakin berpotensi menumbuk lapisan tumpang tindih tersebut. Akibatnya, elektron bergerak lebih lambat dan panas akan terjadi.
2.      Pengaruh medan magnet
Medan magnet selanjutnya juga diketahui memberi pengaruh besar pada sifat superkonduktor. Medan magnet ternyata dapat memberikan penetrasi secara signifikan pada lapisan tumpang tindih sehingga memperburuk aliran arus. Fakta lain juga menunjukkan bahwa lapisan material yang sempurna sekalipun (tidak ada tumpang tindih lapisan) dapat mengalami penetrasi oleh medan magnet yang sangat besar.
Untuk mengatasi masalah di atas, ilmuwan menemukan salah satu jalan keluar yaitu meletakkan lapisan mikro tipis pada material dengan susunan yang sangat rapi bersama substansi tertentu. Lapisan mikro tipis tersebut sangat baik meluruskan susunan lapisan yang selama ini kurang memuaskan. Kelemahan dari lapisan tipis ini adalah kemampuan mengantar arus sangat kecil. Meskipun demikian, teknik lapisan tipis sudah mulai diproduksi untuk tujuan komersil, militer, dan penelitian. Teknologi yang menggunakan lapisan tipis misalnya SQUID (Superconducting Quantum Interference Devices). Alat ini bekerja dengan baik pada temperatur 77 K, jauh lebih baik dibandingkan SQUID tanpa lapisan tipis yang bekerja di titik 4,2 K.
Selain metode lapisan tipis, para peneliti terus meningkatkan kemampuan penyusunan yang sangat teliti dan sempurna di tingkat lapisan tembaga oksida untuk meningkatkan kemampuan mengantar arus jauh lebih baik. Mereka juga melakukan investigasi struktural untuk menemukan dan memodifikasi bagian-bagian tertentu dari struktur yang terpengaruh oleh gangguan medan magnetik.
Modifikasi tersebut menghasilkan YBCO yang lebih baik. Kapasitas arus maksimum yang dapat dihantarkan oleh YBCO menjadi 1 juta ampere per cm2 pada 77 K hanya turun menuju 400.000 ampere ketika medan magnet 9 tesla diberikan. Hasil ini jauh lebih baik dari YBCO sebelumnya yang hanya mampu mengantarkan 10 ampere saja untuk 0,01 tesla.
Selain masalah-masalah di atas, tembaga oksida merupakan keramik yang tentu saja sulit untuk dibentuk menjadi kabel listrik. Melalui serangkaian teknik, para peneliti membuat keramik tersebut berupa serbuk dan kemudian dibungkus dengan tabung perak yang dipilin dan ditegangkan menjadi kabel. Teknik pemanggangan dapat mengubah keramik menjadi serbuk oksida tembaga bismuth. Bahan tersebut dapat menghantarkan arus 200.000 ampere per cm2 pada 4,2 K (sekitar 200 kali kemampuan tembaga biasa) dan 35.000 ampere pada 77 K. Dengan menggunakan tembakan ionik, fisikawan di Los Alamos National Lab mampu memproduksi pita YBCO fleksibel yang lebih baik terhadap gangguan medan magnetik daripada kabel bismuth.
Superkonduktor juga sangat berperan dalam teknologi magnetik. Intermagnetics General and Texas Center for Superconductivity mampu menciptakan magnet superkonduktor yang terdiri dari berbagai oksida tembaga. Magnet tersebut memiliki kekuatan diatas 2 T, sekitar 5 kali medan magnet yang mampu dihasilkan oleh magnet permanen sekalipun. Kabel superkonduktor dapat digunakan untuk memproduksi motor bertenaga 5 HP.

Rahasia dibalik superkonduktor
Susunan material yang kompleks membuat mekanisme penelitian superkonduktor menghadapi tantangan yang tidak mudah. Teori tradisional superkonduktor menyatakan bahwa superkonduktor terjadi karena vibrasi pada zat padat menyebabkan elektron-elektron berpasangan. Teori yang dikenal sebagai teori BCS ini menyatakan bahwa pada suhu yang sangat rendah, elektron akan berinteraksi dengan kisi kristal molekul (lattice) dan mengganggunya. Gangguan ini kemudian menyebabkan interaksi ke elektron lainnya sehingga kedua elektron ini bergabung menjadi pasangan elektron. Interaksi ini mampu mengatasi sifat tolak-menolak (Hukum Coloumb) yang selama ini dikenal. Pasangan elektron ini secara kolektif dapat menyerap medan listrik yang diberikan padanya pada suhu kritis sehingga dapat menimbulkan aliran arus superkonduktor. Hal ini tidak akan terjadi untuk elektron individual.
Konsep ini tidak cukup untuk menerangkan superkonduktor berbahan oksida tembaga. Tingginya temperatur transisi pada oksida tembaga menghasilkan vibrasi yang relatif besar sehingga elektron tidak cukup stabil membentuk pasangan. Suatu substansi lain mungkin menjadi pasangan elektron meskipun kita belum mengetahuinya.
Pada tahun 2008, varian lain dari superkonduktor suhu tinggi ditemukan. Selain superkonduktor berbasis oksida tembaga, ada juga superkonduktor berbasis oksida besi. Penemuan ini memberikan sedikit angin segar terhadap pencarian teori superkonduktor suhu tinggi. Beberapa ilmuwan meyakini hal ini berhubungan erat dengan fluktuasi kuantum elektron pada oksida besi. Fluktuasi ini juga memiliki titik kritis yang ditandai perubahan sifat bahan salah satunya superkonduktifitas. Fluktuasi kuantum dapat dianalogikan seperti fluktuasi termal yang terjadi ketika es berubah menjadi air pada suhu tertentu. Meskipun demikian, teori fluktuasi kuantum ini juga tidak sepernuhnya dapat diterapkan pada oksida tembaga karena adanya beberapa perbedaan sturuktur superkonduktor berbasis besi dan tembaga.
Seiring berjalannya waktu, suhu kritis superkonduktor terus mengalami peningkatan. Bersamaan dengan itu juga, teori superkonduktor terus dibangun mendampingi hasil eksperimen. Langkah sporadis saat ini mengindikasikan superkonduktor sudah bisa mencapai 250 K meskipun belum sepenuhnya terealisasi. Secara teori, tidak tertutup kemungkinan untuk mendapatkan superkonduktor pada suhu kamar.
SQUIDs (Superconducting Quantum Interference Devices) adalah sensor/detektor medan magnet (magnetometer) yang sangat sensitif. Alat ini digunakan untuk mengukur medan magnet yang sangat lemah berdasarkan loop superkonduktor yang menggunakan Josephson Junctions. Alat ini bekerja seperti cairan nitrogen pada temperature 77 Kelvin seperti kerja SQUIDs konvensional yang bekerja pada suhu 4,2 Kelvin. Alat ini masih sebagai model untuk tujuan pendidikan dan penelitian. SQUIDs sangat sensitif untuk mengukur medan magnet di bawah 5aT (5×10−18 T) pada beberapa hari pada rata – rata pengukuran. Level noise dari peralatan ini di bawah 3 fHz. Untuk perbandingan, refrigerator magnet memperoduksi 0.01 tesla (10−2 T), dan pada beberapa proses metabolisme pada hewan memproduksi medan magnet yang sangat kecil di antara 10−9 T and 10−6 T.
Ada dua tipe SQUID, yaitu DC (direct current) dan RF (radio frequency) SQUID.  Pada DC SQUID, terdapat dua Josephson Junction paralel pada loop superkonduktor berdasarkan DC Efek Josephson (Efek Josephson adalah kemampuan dua superkonduktor yang digabungkan untuk menopang tegangan 0V pada superarus yang terasosiasi dengan pasangan Cooper yang memiliki besar tergantung dengan perbedaan fase antara 2 superkonduktor). Ketika sejumlah kecil flux eksternal diaplikasikan pada superconducting lopp dan pada skrining arus menghasilkan medan magnet untuk menghilangkan flux eksternal. Arus pada salah satu cabang di superconducting lopp pada arah I sama dengan I/2 + Is/2 dan pada cabang kedua di mana berada pada aah yang berlawanan dari I sebanding dengan I /2− Is/2. Seketika arus pada salah saru cabang melebihi arus kritis untuk Josephson Junction, superconducting ring menjadi resistif dan tegangan muncul melintang pada Junction. Ketika flux eksternal bertambah dan melebihi Φ0/2, flux akan tertutup oleh superconducting loop harus merupakan integral dai jumlah kuanta flux. Pada kasus ini, SQUID akan menambahkan flux menjadi Φ0. Skrining arus sekarang mengalir pada arah yang berlawanan. Dengan demikian, skrining arus berubah arah setiap penambahan flux dalam jumlah setengah multiple integer dari Φ0, Arus kritis akan berosilasi sebagai fungsi flux. Jika arus input lebih besar dari I, maka SQUID selalu beroperasi pada mode resistif. Tegangan akan menjadi fungsi dari medan magnet dan periodenya sama dengan Φ0 . Sejak karakteristik arus-tegangan dari DC SQUID mengalami hysteresis, tahanan shunt dihubung melintang pada Junction untuk menghilangkan hysteresis (pada kasus tembaga oksida berdasarkan superkonduktor temperature tinggi resistansi diri Junction biasanya cukup). Skrining arus adalah flux dibagi dengan induktansi diri dari ring. Dengan demikian, ∆Φ bisa diestimasi sebagai fungsi ∆V (flux ke converter tegangan). 
V = RI
  2I = 2 ∆Φ/L, di mana L adalah induktansi diri dari superconducting ring.
RF SQUID diciptakan pada tahun 1965 dan hal ini berdasarkan konsep AC Efek Josehson dan menggunakan hanya satu Josephson Junction. Alat ini kurang sensitive disbandingkan dengan DC SQUID, namun lebih murah dan mudah diproduksi pada jumlah yang lebih kecil. RF SQUID secara induktif digabungkan dengan saluran tangki resonasni. Tergantung dari medan magnet eksternal, SQUID menjadi resistif., induktansi dari saluran tangki berubah, dan merubah frekuensi resonansinya. Pengukuran frekuensi ini dapat dengan mudah dilakukan dan kehilangannya muncul sebagai tegangan melintang pada resistor beban pada sirkuit sebagai fungsi preiodik dari penggunaan flux magnetic dengan periode Φ0.
Aplikasi dari SQUID adalah magnetometer, untuk penelitian spectrum (yang menggunakan sinyal tegangan rendah pikovolt dan frekuensi rendah NMR dan NQR), kesehatan (magnetocardiogram – MCG, untuk otak magnetoencephalogram – MEG, Magnetic Resonance Imaging – MRI), geofisika, biomagnetism, nondestructive testing (NDT), gradiometry untuk navigasi pada kapal selam, melokalisasi bangkai kapal yang terkubur di dasar sedimen lautan, dan komunikasi dengan frekuensi sangat rendah di bawah laut.
Flywheel energy storage (FES) bekerja dengan mempercepat rotor (flywheel) pada kecepatan sangat tinggi dan mempertahankan energy di dalam system tersebut sebagai energy rotasi. Ketika energy diekstrasi dari system, kecepatan rotasi flywheel akan berkurang sebagai konsekuensi dari prinsip konservasi energy. Menambahkan energi ke system menyebabkan penambahan kecepatan pada flywheel . Pada umumnya, system FES menggunakan listrik untuk mempercepat dan memperlambat flywheel , namun alat ini sedang dikembangkan untuk secara langsung menggunakan energy mekanik, Komponen utama dari system FES ini adalah rotor dengan suspense berupa bantalan suatu materi di dalam ruang vakum dan dihubungkan dengan kombinasi motor elektrik/generator listrik. Bantalan tersebut ada dua macam, yaitu bantalan HTSC (dengan hanya menggunakan superkonduktor temperature tinggi) dan bantalan hybrid (menggunakan magnet permanen untuk mendukung beban dan superkonduktor bertemperatur tinggi dalam hal penstabilan). Superkonduktor dapat berkerja baik dalam penstabilan beban adalah karena benda tersebut merupakan diagmanetik sempurna. Ketika rotor mencoba untuk terbias ke pusat, gaya balik karena penjepitan flux mengembalikan ke semula. Hal ini dikethaui sebagai kekakuan dari bantalan magnetic. Sumbu rotasi vibrasi dapat terjadi akibat kekakuan dan kecil, di mana masalah inherent dari magnet superkonduktor, mencegah penggunaan secara keseluruhan dari bantalan magnetic superkonduktor untuk penggunaan flywheel. Sejak penjepitan flux adalah faktor penting dalam pemenuhan penstabilan dan kenaikan gaya, HTSC lebih mudah digunakan untuk FES dibanding untuk penggunaan lainnya. Serbuk HTSC dapat dibentuk menjadi bentuk apapun sepanjang penjepitan flux kuat. Dibandingkan dengan cara lain dalam penyimpanan listrik, system FES mempunyai waktu hidup yang lama (105 sampai dengan 107, putaran dalam penggunaan), kerapatan energy tinggi ((100-130 W·h/kg, atau 360-500 kJ/kg), daya output maksimum, dan efisiensi energy dari flywheel dapat mencapai di atas 90% (97% efisiensi energy mekanik pada ruang vakum tinggi). Kapasitas penyimpanan dari 3 kWh sampai 133 kWh, kecepatan pengisian system kurang dari 15 menit. Kelebihan system FES adalah mempunyai rotor yang terbuat dari filament karbon yang memiliki ketahanan tinggi dan bermassa rendah, dengan suspensi berupa bantalan magnetic untuk mengurangi gesekan, dan dapat berputar dengan kecepatan 20.000 –  di atas 50.000 rpm, tidak berdampak buruk pada lingkungan. Aplikasi FES di antaranya adalah untuk gyrobuses (pengganti baterai kimia pada mobile , di mana kapasitasnya lebih besar, waktu pengisian yang lebih cepat, lebih ringan, dan jangka waktu penggunaan yang lebih lama), turbin gas untuk automotif hybrid powertrain dengan menggunakan 55.000 rpm flywheel berupa titanium yang dihubungkan dengan serat karbon silinder untuk meminimalisasi gyroscopic (momentum angular sama dengan besar gaya pada pergerakan kendaraan)  yang merugikan dalam handling kendaraan, namun masih dalam bentuk prototype), kompulsator, lokomotif listrik kecil dan besar, railcar, KERS (Kinetic Energy Recovery System) sebagai bagian dari mesin Formula One 2009, CVT (continuously variable transmission) pada tahun 2011, sisi rel yang diberi listrik, dan sumber tenaga listrik di Amerika (Electrical Power Frequency Plant).

SMES (Superconducting Magnetic Energi Stores) adalah sebuah sistem penyimpanan energi pada medan magnet yang dicipakan dengan arus DC pada superconducting coil di mana telah didinginkan di bawah suhu kritis dari superconducting coil itu sendiri (4,2 K). Sistem SMES terdiri dari tiga bagian : superconducting coil (toroidal/solenoidal), power conditioning system and cryogenically cooled refrigerator. Ketika superconducting coil diisi energinya/dicharge dan melingkar, arus tidak akan hilang dan energi magnetic akan disimpan tanpa batas tertentu. Energi magnetic didapatkan sesuai rumus E = ½ L I2 atau bila coil dalam dimensi berbeda, maka energi magnetic menjadi E = ½ RN2I2 f(ξ,δ). Ketika listrik dibutuhkan, coil akan disalurkan kembali ke jaringan utama yang dibutuhkan untuk memberi dorongan tenaga listrik. Hal ini dilakukan dengan cara discharging coil. Bagian Power Conditioning System menggunakan inverter/penyearah untuk mengubah arus AC menjadi arus DC atau sebaliknya. Inverter/penyearah akan menghilangkan energi sekitar 2 – 3 % pada setiap arah. SMES menghilangkan sedikit listrik pada proses penyimpanan energi dibanding dengan cara lain penyimpanan energi lainnya karena bagian dari sistem ini diam. Sistem SMES memiliki efisiensi tinggi sampai dengan 95%. Selain itu, kelebihannya adalah rentang waktu delay antara charge dan discharge singkat, maka daya akan secara instan dapat digunakan dan daya output yang sangat besar akan dihasilkan. Prototype dari SMES telah diuji coba, seperti kecanggihan flywheel, bantalan HTSC akan mengurangi gesekan dan dapat membuat SMES terus berputar secara kontinu sampai mendapatkan energinya. Karena SMES membutuhkan energi yang besar untuk pendinginan dan biaya tinggi untuk superconducting wire, SMES sekarang hanya digunakan untuk durasi penyimpanan yang singkat. Maka dari itu, SMES umumnya ditujukan untuk meningkatkan kualitas daya listrik. SMES berukuran kecil digunakan untuk komersial (garis transmisi dari SMES unit yang terdistribusi meningkatkan stabilitas dari loop transmisi) dan beberapa SMES besar (kapasitas penympanan mendekat 20 MWh dan menyediakan 400 MW pada 100 detik atau 10 MW setiap 2 jam)  masih dalam uji coba. Sekitar 1 MWh unit telah digunakan untuk daya control kualitas pada instalasi, khususnya untuk menyediakan kualitas daya untuk industri yang membutuhkan daya yang ultra-bersih, seperti pembuatan microchip. 


Sumber : http://dokumen.tips/documents/superkonduktor-suhu-tinggi.html